Seruput kopi
hitam yang pahit
Biarkan
hitamnya menemani gelapku
Terpejam saat
sakit meradang
Mari
dinikmati jiwa yang mengamuk ini
Lupakan
segala sesuatu di depannya
Lelah aku
mengharap
Jalani saja
semuanya
Tak perduli
apapun itu
Kali ini, ego
lah yang berbicara
Dia sudah
terarah pada inginku
Jangan anggap
lagi diriku ada
Tak lagi
seperti dulu, kan kuhancurkan
Mimpi yang
menghancurkan mimpiku
Siapapun itu
Ini Hidupku
Sekali lagi
berani, habislah dirimu
Pagi ini, semua terasa berbeda.
Entah apa yang mempengaruhi. Tapi aneh rasanya, saat aku ingin merasakan
terlahir kembali, semuanya tersangkal begitu saja dengan segala yang telah ku
arungi dalam hidup ini. Bagiku, tidak ada yang namanya terlahir kembali, hanya
saja semua membaik dari yang telah dilewati.
Sepanjang perjalanan hidup ini,
tidak sekali atau dua kali kita mengalami stuck
dalam apa yang tengah kita hadapi. Tak jarang pula kita menyesali atau
bahkan kesal dangan apa telah kita lakukan sebelumnya, sebenarnya hanya bagian
kecil dari sekelumit pelajaran hidup. Tetapi, entah mengapa rasanya ingin
sekali kita memberontak keluar dari apa yang seharusnya kita dapatkan. Kita
menganggap itu sebagai sebuah masalah yang ternyata merupakan pelajaran yang
seharusnya kita pahami.
Seringkali, hal buruk malah datang
saat kita coba memberontak mengikuti ego. Namun, tak jarang juga kita malah
mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan dengan mengikuti ego. Selama apa
yang kita lakukan adalah untuk sebuah tujuan yang baik dan tidak merugikan, why
not?
Berulang kali aku pasrah dengan apa
yang kuhadapi. Hanya doa yang bisa kulantunkan dalam menjalani semuanya. Seakan
tak perduli dengan apa yang terjadi, namun hati masih merintih dalam tangisnya.
Kegagalan dan kehancuran adalah dua hal yang berdampingan dan tidak dapat
dihindari, mereka akan datang disaat yang tepat dimana kita salah.
Haruskah kita takut? Tidak, kita
seharusnya berharap agar mereka segera datang. Karena mereka lah yang
mengajarkan kita mana yang baik dan buruk.
Egois memang saat kita selalu ingin
menuruti kehendak yang memberontak dari dalam hati dan otak ini. Tapi, saat
semua yang terjadi tidak berpihak pada kehendak kita, berpasrah seakan menjadi
jalan terakhir. Apakah kita selemah itu dalam menggapai impian?